Kamis, 16 Februari 2012

Sejarah Hari Valentine

Alkisah di masa lalu, di tahun 1644, di tanah Betawi, hiduplah seorang gadis yang cantik jelita bernama Entin. Bunga kampung ini menjalin kasih dengan seorang Meneer Belanda. Cinta mereka begitu kuat walaupun ditentang habis-habisan oleh orangtua Entin dan juga orangtua Sang Meneer. Karena hubungan mereka tidak disetujui, mereka berniat untuk kawin lari. Maka... pada malam tanggal 14 Februari, di malam bulan purnama, mereka berjanji untuk bertemu di bantaran kali Ciliwiung dan berniat melarikan diri ke negara tetangga karena menurut kabar yang tersiar, di negara tetangga perkawinan antar ras tidak dilarang.

 Maka secara sembunyi-sembunyi bertemulah mereka di tempat yang telah dijanjikan. Sayangnya sebelum mereka sempat kabur, Babenya Entin mengetahui acara kabur mereka, maka segeralah Sang Babe menyewa jawara di kampungnya untuk mengejar anak gadisnya.

Ketika tiba di tepi kali Ciliwung, Sang Jawara melihat Entin dan Sang Meneer telah naik rakit menuju ke seberang kali. Karena kesal, tanpa pikir panjang, Sang Jawara melemparkan goloknya ke arah mereka berdua dan... PLETAK !!! golok itu menghantam telak kepala Entin.
Entin pun tersungkur dengan kepala yang retak berlumuran darah.
Dengan panik Sang Meneer meletakkan kepala Entin di pangkuannya, "Entin, kamu kenapa ?" tanya Sang Meneer kebingungan.
Dengan mata terpejam dan suara yang lemah Entin berkata, "pale Entin, pale Entin." Lalu Entin pun menghembuskan nafas terakhirnya. Sang Meneer pun sangat terpukul. Kata-kata terakhir yang diucapkan Entin sangat membekas di hatinya.

Untuk membuktikan cintanya pada Entin, Sang Meneer tidak pernah menikah seumur hidupnya dan setiap tanggal 14 Februari, Sang Meneer selalu membuat sebuah peringatan. Ketika Sang Meneer kembali ke Belanda, ia tetap memperingati tgl. 14 Februari sebagai wujud cintanya pada Entin, hingga suatu kali ada yang bertanya kepadanya, apa yang sesungguhnya diperingati oleh Sang Meneer setiap tgl. 14 Februari tersebut. Dengan mata berkaca-kaca dan suara serak, Sang Meneer mengucapkan kata-kata terakhir Entin: PALE ENTIN, PALE ENTIN. Para bule yang sama sekali tidak mengerti makna perkataan si Meneer manggut-manggut sok tau. Namun kisah ini rupanya memberikan inspirasi pada mereka untuk menjadikan tanggl 14 Februari sebagai hari kasih sayang, dan menamakan hari itu sebagai hari PALE ENTIN.

Maka sejak saat itu, orang memperingati tanggal 14 Februari sebagai hari PALE ENTIN atau yang dikenal sekarang sebagai HARI VALENTINE.

Dari sumber yang gak jelas !!

-.Miss Kodok.-

Selasa, 14 Februari 2012

My rating: 3 of 5 stars



IBU.....,
adalah seorang wanita luar biasa yang telah berjuang mengorbankan nyawanya demi melahirkan kita ke dunia ini. Setiap dari kita pasti memiliki kenangan yang luar biasa tentang sosok seorang Ibu (meskipun ada pula yang menyimpan kenangan buruk tentang ibu mereka, tapi sepertinya hanya satu dari seratus juta ngkali ya??)

Buku ini berisi 15 kisah yang menceritakan tentang kenangan seorang anak akan ibu mereka. Ada yang mengundang haru, mengundang tangis, juga mengundang tawa. Semua kenangan yang menjadi pelajaran yang sangat bermanfaat bagi setiap anak di masa depannya.

Meskipun hubungan saya dengan Ibu saya tidak terlalu harmonis, tapi jelas tidak dapat dikatakan buruk. Yang pasti banyak hal yang baru saya pahami sekarang setelah saya pun berstatus menjadi seorang Ibu, bahwa tugas yang diemban seorang Ibu bukanlah tugas yang ringan. Banyak hal yang dulu membuat saya jengkel pada Ibu ternyata semuanya itu beliau lakukan untuk kebaikan saya (semoga saya tidak terlambat menyadarinya).

Ibu, maafkanlah anak-mu ini untuk setiap tetes air matamu yang pernah jatuh karenaku.... (Halllaahhh... malah curcol !!)

-.Miss Kodok.-
View all my reviews

Senin, 13 Februari 2012

Aku Kartini Bernyawa SembilanAku Kartini Bernyawa Sembilan by ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
My rating: 4 of 5 stars

Aku Kartini Bernyawa Sembilan...
Judul yang sangat menggoda !!

Terlahir bertepatan dengan Hari Kartini, maka jadilah ia menyandang nama Raden Ajeng Kartini pemberian kedua orang tuanya, meskipun tidak setitik pun darah Jawa mengalir di dalam nadinya.

Berulang kali mengalami berbagai kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya (1. Ketika bayi, terserang demam tinggi; 2. Terjangkit demam berdarah hingga jatuh koma pada usia SD sehingga orangtuanya pun mengganti namanya karena dianggap ia tak sanggup menyandang nama itu; 3. Terjatuh dari lantai 3 rumahnya dan terbetur pompa air; 4. Tertabrak motor; 5. Terjatuh dari bis; 6. Terkena herpes hingga terbaring tak berdaya tak mampu bergerak), Kartini masih bertahan hidup hingga cerita ini dibukukan. Sehat walafiat !!

Sehat Walafiat ??
secara kasat mata 'iya', tetapi sesungguhnya tidaklah demikian.
Kartini kini telah berganti nama menjadi Rezerdia Adriana Kartini (tetapi tetap saja bila disingkat menjadi R.A. Kartini). Saat ini ia adalah salah seorang pengidap HIV. Namun status ODHA bukanlah vonis yang membuatnya terpuruk hingga tak dapat melakukan apa-apa. Ia bangkit menjadi aktivis HIV/AIDS dan menjadi koordinator sebuah organisasi pendamping ODHA/OHIDA. Ia sadar bahwa setiap waktu yang ia lalui harus lebih berarti lagi. Ia ingin membuktikan bahwa ODHA perempuan tidak hanya bisa meratapi nasib, tapi mampu berjuang mengalahkan nasib.

Aku Kartini Bernyawa Sembilan adalah sebuah antologi yang berisi 11 cerita pendek. Kesemuanya ditulis oleh para ODHA perempuan yang telah mendapatkan pelatihan menulis dari para penulis ternama seperti Cok Sawitri, Oka Rosmini, Djenar Maesa Ayu, Nukila Amal, Ayu Utami, dan Dewi "Dee" Lestari.

Tulisan mereka sebagian besar berkisah tentang HIV/AIDS, namun ada juga beberapa kisah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan virus tersebut (Karamnya Kapal Miosnam, Seorang Ahli Membuat Perahu, Perempuanku, dan Tulisan Hati).

Isu HIV/AIDS memang selalu menarik untuk dibicarakan dan selalu mengundang pro dan kontra mengingat bagaimana cara penyakit ini menulari seseorang. Namun benarkah mereka yang tertular virus ini harus hidup dalam keterasingan ? Mengalami keterpurukan karena sikap masyarakat yang cenderung menghukum mereka secara sepihak. Memang banyak dari mereka yang megundang virus ini masuk ke tubuh mereka dengan perilaku yang tidak terpuji sebagai buah dari pohon yang telah mereka tanam, tapi banyak pula dari mereka yang tetular karena ketidaktahuan mereka. Mereka yang terpaksa menuai virus tanpa sengaja dan tanpa mereka sadari. Dan ketika tubuh mereka telah menjadi "rumah" bagi perkembangbiakan virus tersebut, mereka bagikan mendengar bunyi genderang kematian yang semakin hari semakin bersuara nyaring. Maka begitu banyak dari mereka yang semakin menderita karena terbebani pikiran akan kedatangan sang malaikat maut.

Lalu apakah virus ini hanya akan membuat mereka terpuruk menyesali nasib ? Bukankah seharusnya mereka bangkit, melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan ? Buku ini merupakan sebuah gambaran nyata bahwa banyak dari mereka yang tidak ingin terpuruk tanpa arti, namun mereka bangkit, berjuang mengalahkan nasib.

Bukankah kematian adalah rahasia Illahi ? Kematian adalah sebuah kepastian. Siapa pun dia, betapa pun berkuasanya ia di muka bumi ini, tua-muda, laki-perempuan, si sakit ataupun si sehat, ketika waktunya tiba, dimanapun kita berada dan dengan cara apapun, tak akan pernah ada yang mampu menghindarinya. Maka sudah selayaknyalah anugerah kehidupan ini kita isi dengan sesuatu yang lebih berarti, seperti apa yang dikatakan oleh Maya Angelou “Life is not measured by the number of breaths we take, but by the moments that take our breath away.”

Dan mengutip tulisan Oka Rosmini; "buku ini seharusnya membuka mata kita, mengajak kita berfikir, merenung, apakah kita sudah lebih baik dari mereka ? Lebih suci ? Lebih cerdas ? Dan memiliki derajat kemanusiaan yang lebih tinggi ? Tak ada kemunafikan yang dapat membuat manusia menjadi lebih baik".

Two thumbs up untuk para penulis yang telah mengasah bakat menulis dari para ODHA/OHIDA sehingga menghasilkan sebuah karya yang begitu memikat. Dan four thumbs up untuk mereka yang tak pernah berputus asa dan menghargai hidup dan kehidupan ini.
*berharap masih punya jempol lebih untuk diangkat*

Terima kasih untuk Nining Lauta yang sudah meminjamkan buku ini.

-.Miss Kodok.-

View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars

Terima kasih untuk agen 007 GRI yang telah menghadiahkan buku ini untuk saya. Semoga akan ada banyak buku-buku lain yang segera menyusul pindah ke rak buku saya.

Ide cerita buku ini adalah dongeng klasik tentang "Pangeran Katak" yang telah sering kita dengar ketika kita kecil dulu. Bahwa ada seorang pangeran yang terkena sihir jahat yang kemudian berubah menjadi seekor katak. Lalu ia akan kembali ke wujud aslinya bila ia berhasil mendapatkan ciuman dari seorang putri. Sebuah pemikiran yang brilliant kalau kemudian E.D. Baker mengetengahkan kemungkinan lain dari jalan cerita tersebut.

Itulah yang terjadi pada Putri Emeralda. Bagi kebanyakan putri raja yang dibesarkan di lingkungan istana dengan segala kenyamanan fasilitasnya, adalah hal yang tidak biasa bila ia gemar bermain di rawa-rawa becek dan membiarkan pakaian indahnya menjadi kotor terkena lumpur. Namun setiap manusia adalah individu yang mempunyai keunikan berbeda dari yang lain. Rawa-rawa di lingkungan istana adalah tempat favorit bagi Putri Emeralda. Begitu pula ketika ia harus "bersembunyi" dari acara perjodohannya dengan Pangeran Jorge. Di rawa-rawa itu pulalah Putri Emeralda bertemu dengan seekor katak yang mengaku sebagai seorang pangeran bernama Eadric, yang terkena sihir seorang penyihir bernama Mudine.

Malang bagi Putri Emeralda, setelah mencium sang katak, justru ia turut berubah menjadi seekor katak, sementara sang katak tidak berubah wujud kembali menjadi seorang pangeran.

Cerita selanjutnya adalah kisah usaha Sang Putri dan Sang Pangeran untuk mengembalikan wujud asli mereka. Disinilah cerita-cerita lucu berawal. Pembaca diajak melihat dunia ini dari kaca mata seekor katak. Sebuah dunia yang sama sekali berbeda dan tentu tidak akan pernah kita bayangkan untuk berada di sana.

Sifat mereka yang sama sekali bertolak belakang membuat kisah ini menjadi semakin menarik. Perbedaan itu tak membuat mereka saling bermusuhan, justru mereka saling bahu-membahu mengatasi segala kesulitan yang dihadapi. Satu hal yang kemudian disadari oleh Putri Emeralda adalah bakat sihir yang dimilikinya, yang ternyata dapat melepaskan mereka dari penyihir jahat Vannabe. Dibantu oleh Fang (seekor ular) dan Li'l (seekor kelelawar) yang merasa berhutang budi kepadanya, Putri Emeralda mengajak Pangeran Eadric kembali ke istananya untuk menemui bibinya, Grassina yang juga seorang penyihir untuk mendapatkan pertolongan.

Akhir dari cerita ini mungkin sudah dapat ditebak, tapi dengan cerdas Baker membuat kejutan-kejutan kecil di akhir cerita, bahwa ternyata ada sebuah kutukan yang menyebabkan bibi Grassina tidak dapat membantu Putri Emeralda untuk mengambil sebuah benda yang harus didapatkannya untuk memusnahkan rapal mantra sihir dan mengembalikan wujudnya seperti semula. Dan siapa pula yang kemudian mengira bahwa Bibi Grassina kembali bertemu dengan Haywood, kekasihnya. Ini adalah bagian yang tidak mendapat porsi perhatian khusus dari saya di awal cerita, namun ternyata menjadi kejutan manis di akhir cerita.

Kita semua juga pasti sudah mahfum bahwa akhir cerita yang membahagiakan adalah tipikal dongeng-dongeng klasik. Begitu juga dengan kisah Sang Putri Katak ini. Putri Emeralda dan Pangeran Eadric akhirnya saling jatuh cinta. Jatuh cinta adalah sebuah peristiwa ajaib karena mampu membuat dunia tiba-tiba menjadi begitu indah. Walau terkadang ada juga cinta yang membuat dunia serasa kiamat sebelum waktunya, namun yang sering terjadi adalah hal yang luar biasa indahnya bila hati sepasang anak manusia tengah dihinggapi rasa cinta.

Ini tidak penting, tapi entah kenapa saya ingin menuliskannya...
Ketika tiba di atas, aku melihat pohon ek tua berbatang abu-abu.
Batang itu memperlihatkan ukiran kecil berbentuk hati yang mengelilingi kata Grassina&Haywood.
Ukiran itu menyadarkanku bahwa Haywood pun merindukah Bibi Grassina sebanyak bibiku merindukan dia.
- hlm.265.

Entahlah, saya hanya berharap agar kebahagiaan juga akan didapatkan oleh Bibi Grassina dan Haywood.
Semoga... !!

-.Miss Kodok.-

View all my reviews
Gerakan 30 September: Antara Fakta dan RekayasaGerakan 30 September: Antara Fakta dan Rekayasa by Center for Information Analysis (CIA)
My rating: 3 of 5 stars

Bagi saya yang lahir dan tumbuh dalam masa pemerintahan orde baru, dan menghabiskan masa sekolah saya dengan dicekoki pemutaran film "Penghianatan G 30 S PKI" setiap tahunnya, buku-buku yang bercerita tentang pemberontakan tersebut sangatlah menarik.

Ketertarikan saya semata-mata bukan saja karena Gerakan 30 September itu sendiri merupakan peristiwa yang paling mengerikan dalam sejarah bangsa Indonesia, tetapi karena di hati saya yang paling dalam menyimpan begitu banyak pertanyaan yang tak pernah tuntas dijawab oleh alm. Ayah saya. Ayah saya sendiri adalah seorang pengagum Bung Karno dan sangat membenci pemerintahan Soeharto, tetapi yang saya tangkap dari kesehariannya, beliau sangatlah membenci PKI dan antek-anteknya. Saya tidak tahu mengapa, tapi yang pasti, beliau pasti mempunyai alasan tersendiri.

Dari pemutaran film "Penghianatan G30S PKI", yang terekam dalam benak saya adalah potret vandalisme dari kaum PKI dan Gerwani yang menimbulkan suatu kengerian dan begitu banyak pertanyaan,
"Begitu sudah hancurkah rasa kemanusiaan bangsa-ku hingga mereka sanggup melakukan penyiksaan yang begitu kejam ?"
"Dimanakah budaya bangsa Indonesia yang berideologi Pancasila yang menjunjung azas Kemanusiaan yang adil dan beradab?"
"Dan mengapa azas musyawarah tidak digunakan untuk mengatasi masalah ini?"

Terlepas dari semua pertanyaan itu, peristiwa berdarah ini telah menggoreskan luka berkepanjangan bagi bangsa kita, baik yang terlibat langsung maupun yang tidak. Namun pada saat orde baru mengalami keruntuhan, maka bermunculanlah begitu banyak pernyataan dari orang-orang yang dulu terpasung kebebasannya untuk mengemukakan kebenaran sejarah.

Berbagai macam kontroversi kemudian bermunculan mengenai siapa yang sesungguhnya berada di belakang peristiwa besar tersebut. Entah mana yang benar dan mana yang tidak. Buku ini merupakan kumpulan kesaksian yang diberikan oleh para pelaku sejarah yang tentunya juga tak terlepas dari rasa suka dan tidak suka mereka terhadap pihak tertentu, dan bukan tak mungkin juga dibungkus oleh dendam masa lalu.

Meskipun hingga kini belum lah jelas siapa aktor intelek yang berada di belakang peristiwa G30S, paling tidak kita dapat sedikit melihat peristiwa tersebut dari sudut pandang yang lain. Betapa pun penguasa Orde Baru dapat mengubah history menjadi his story, pada saatnya kebenaran akan terungkap (meski pun tidak tuntas dan terkadang justru semakin membingungkan).

Jadi, pada akhirnya, semua ini berpulang pada diri kita sendiri untuk menilai sejauh mana kebenaran sejarah itu sesungguhnya.


-.Miss Kodok.-



View all my reviews
Atas Nama Hukum (Agen Polisi 212, #2)Atas Nama Hukum by Raoul Cauvin
My rating: 4 of 5 stars

Atas Nama Hukum !
Kalau membaca judulnya, terkesan kalau ini buku yang sangat serius, tapi begitu kita melihat bukunya dan mengetahui siapakah tokoh utamanya, maka yang terjadi adalah: tertawa geli.

Arthur,agen polisi 212, dengan segala kekonyolannya mampu membuat saya tertawa geli ketika membaca kisahnya.

Bayangkan saja, bagaimana ia menyelesaikan masalah sebuah mobil penyok yang menghalangi jalan dengan menaruhnya di tempat penampungan besi tua, yang ternyata masih ada orang di dalam mobil tersebut (ampyuuuunnn dah !!)

Di lain kisah, ternyata seorang polisi bisa juga menjadi seorang yang sangat penakut. Ketika bertugas di kamar mayat menunggu keluarga yang akan mengidentifikasi jenasah, justru sang agen yang kemudian harus mendapatkan perawatan hanya karena seekor kucing.

Cerita yang paling saya suka di buku ke-2 ini adalah kisah berjudul "Kerangka Ini Milik Siapa??"
Dikisahkan bagaimana hebohnya agen kita menangani kasus ini. Apalagi ketika seorang bocah mengenali kerangka tersebut sebagai 'Fabien'. Dan ternyata Fabien adalah.....

Buku ini benar-benar lucu. Sumpah !!!

Jangan lupa juga untuk membaca serial pertamanya: 24 Jam Sehari.

-.Miss Kodok.-


View all my reviews
My rating: 4 of 5 stars

Lucuuuuu !!!

Bacaan yang benar-benar menghibur.
Arthur adalah seorang agen polisi dengan kode 212 (jadi ingat tokoh lokal Wiro Sableng dengan senjatanya Kapak 212) dan saya pikir kedua tokoh ini memiliki satu kesamaan, yaitu: sableng !!

Tugas seorang agen polisi memang tidaklah mudah. Mereka harus tetap siaga selama 24 jam untuk menjalankan tugas. Tugasnya tentu bermacam-macam, dari menangani keributan di malam hari yang sangat mengganggu, orang gila yang lari dari Rumah Sakit Jiwa, kesalahan dalam berkomunikasi, pencuri sepeda, bayi yang terpisah dari ibunya, menilang pengendara yang suka seenaknya sampai menangani seseorang yang begitu sangat ingin melakukan bunuh diri dengan berbagai macam cara.

Cerita dalam buku-1 yang paling saya sukai adalah cerita dengan judul "Balon". Dimana dikisahkan sanga agen menangani kasus usaha bunuh diri di atas balon udara.

Buku ini benar-benar membuat saya tampak seperti orang yang kurang waras karena tertawa-tawa sendiri.

Sukaaaaa bangeeeetss !!

-.Miss Kodok.-

View all my reviews
My rating: 3 of 5 stars

Buku yang menarik.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang pernah dibuat oleh penulisnya, dr. Posma B. Siahaan, Sp. PD dan dimuat di www.kompasiana.com.

Berbagai kasus medis yang unik dapat kita temui di buku ini, dibuat dengan gaya penulisan yang sedikit nakal, terkadang membuat saya tersenyum bahkan tertawa geli.

Bukan bermaksud spoiler, tapi membaca kisah tentang seorang tukang becak yang menjadi kanibal karena mengambil yang bukan haknya, membuat saya benar-benar tertawa geli.

Ada pula kisah yang mirip dengan pengalaman saya pribadi, ketika bertahun-tahun dilanda kecemasan menanti datangnya sang buah hati. Dan setelah 11 tahun pernikahan barulah diketahui bahwa saya mengidap penyakit "sindroma kekekentalan darah". Beruntung ALLAH masih memberikan kesempatan dan kepercayaan untuk menitipkan anak-anak yang manis kepada saya.

Ataupun kisah yang mirip dengan kasus seorang teman yang sulit mendapatkan keturunan karena antibodi yang ada di tubuhnya selalu membunuh sperma suaminya.

Ada juga kisah yang membuat saya miris dan menangis karena teringat almarhum ayah saya yang meninggal karena kanker hati. Riwayatnya sama seperti yang dituliskan dr. Posma. Almarhum ayah saya sering mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan tanpa pengawasan dokter.

Pokoknya buku ini sangat sangat informatif. Memberikan kita pengetahuan baru tentang berbagai macam penyakit. Sebuah bacaan yang dapat memperkaya wawasan kita.

Ada beberapa typo tetapi tidak terlalu mengganggu, hanya saja penggunaan huruf kapital dan huruf kecil dan peletakan tanda titik/koma masih banyak yang belum sesuai dengan EYD. Dan sampul buku yang kurang menarik. Terlihat seperti tampilan buku biografi.

Tapi terlepas dari itu semua, buku ini tetap asik untuk dinikmati.
Informatif dan menghibur.

Ditunggu buku keduanya, Dok !!

-.Miss Kodok.-


View all my reviews

BONG

Bong berdiri terpaku di salah satu sisi pelataran parkir di sebuah gedung pusat pertokoan mewah. Hujan yang turun sejak tadi malam masih menyisakan awan kelabu yang meneteskan rintik-rintik hujan dan menghembuskan angin sejuk di ibukota yang biasanya panas ini. Di bawah tampak berderet-deret kendaraan bermotor yang parkir secara paralel. 

Bong menghela nafas, menahan rasa nyeri yang kembali datang. Sudah tiga tahun ini ia menderita penyempitan pembuluh darah di jantungnya. Berbagai macam jenis racun yang bernama obat telah pula melewati kerongkongannya dan bersemayam di dalam tubuhnya untuk sekedar sedikit memperpanjang umurnya. Dokter yang merawatnya menyarankan agar ia menjalani operasi pembedahan jantung untuk mengganti saluran yang tersumbat yang semakin membuat Bong tertekan mengingat biaya operasi tersebut yang mencapai angka ratusan juta rupiah. Kemana ia akan mencari uang sebanyak itu ? Penghasilannya sebagai petugas kebersihan di sebuah kompleks perumahan tentulah tak akan pernah cukup. Meminjam uang ? Kepada siapa ? Dan siapa pula yang akan bersedia meminjamkan uang kepadanya ? Sedangkan untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya saja ia sudah membuat tumpukan hutang yang menggunung kepada hampir seluruh penghuni kompleks perumahan dimana ia bekerja.

Bong mengusap wajahnya yang terasa panas dan basah bersimbah air mata. Terbayang kembali wajah seorang perempuan ayu dan lugu yang pernah dinikahinya dan sepasang anak yang manis dan lucu. Rasa sesak di dada Bong semakin menyiksa. Masih terbayang jelas di matanya tangis mereka ketika Bong mengusir mereka dari rumah mewahnya hanya karena tersihir oleh kecantikan seorang wanita muda berparas bak bidadari yang mampu menyeretnya ke dalam arus gelombang birahi yang maha dasyat. Dimana Bong tak lagi berdaya untuk menolak segala perintahnya. Tangis istri dan anak-anaknya tak sedikit pun mampu menyentuh nuraninya. Bong justru tertawa dan berlalu penuh kebanggaan.

Bidadari itu membawa Bong memasuki sebuah kehidupan yang tak pernah dikenal sebelumnya. Hidup Bong pun berubah, siang menjadi malam dan malam menjadi siang. Berbagai tempat hiburan yang gemerlap penuh asap rokok dan aroma alkohol mulai menjadi dunianya. Meja judi pun menjadi tempat persinggahan Bong setiap malam.

Ketika Bong telah benar-benar mabuk, Sang Bidadari pun mulai bertanduk dan mengeluarkan taringnya. Senyumnya yang dulu begitu menggoda kini berubah menjadi seringai yang mengerikan. Bong kini bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya. Seorang dengan prestasi memukau ketika menjadi mahasiswa berubah menjadi dungu. Dan yang lebih menyakitkan, Bong harus terusir dari rumahnya sendiri, terpaksa merelakan segala harta yang dimilikinya berpindah ke tangan Sang Bidadari. Gelombang maha dasyat itu telah menghempaskan Bong pada sebuah pulau gersang bernama 'kemiskinan'. Di pulau itu Bong hanya sendiri, membangun sebuah tempat berteduh dari kardus-kardus bekas tanpa sebuah perabotan pun. Beruntung Bong masih bisa mendapatkan sebuah pekerjaan sekedar untuk makan.

Penyesalan selalu datang terlambat. Setiap malam, wajah istri dan anak-anaknya selalu mengisi ruang mimpi Bong. Berharap Tuhan masih bersedia mengabulkan do'anya untuk dapat berkumpul kembali dengan mereka. Pada suatu kesempatan Bong melihat istri dan anak-anaknya. Kehidupan mereka tampak jauh di atas Bong. Mereka turun dari sebuah mobil mewah. Kebahagiaan Bong meluap memenuhi segenap sudut hatinya. Bong berlari menyongsong mereka. Tapi sebuah pemandangan lain terpaksa menghentikan langkahnya. Dari sisi yang lain, turun seorang pria perlente yang lalu menggandeng mesra istrinya, sementara salah seorang anaknya bergayut manja di lengan pria itu. Pria yang sangat dikenalnya. Sahabatnya sejak ia masih di bangku sekolah menengah. Sahabat yang telah berkali-kali datang mengingatkannya dan memintanya untuk kembali kepada istri dan anak-anaknya. Sahabat yang ia pukuli memalui tangan para bodyguardnya hingga terluka dan harus menjalani perawatan di sebuah Rumah Sakit. Sahabat yang kemudian ia dengar menikah dan pindah ke luar negeri. Sungguh tak pernah terpikirkan oleh Bong bahwa sahabatnya telah menggantikan posisinya bagi istri dan anak-anaknya. Bong berdiri terpaku di tempatnyua. Didera penyesalan dan rasa malu yang tak dapat dilukiskan, Bong hanya mampu menatap mereka dari kejauhan. Matanya terasa panas dan pedih oleh sebentuk sungai kecil yang mengalirkan air matanya.

Hujan sudah berhenti, kini matahari mulai menampakkan sinarnya, mengusir awan hitam di langit. Jalan aspal di bawah gedung masih basah oleh sisa air hujan dan di beberapa tempat menyisakan genangan air kotor. Bong memandang langit, memicingkan matanya yang silau tertimpa sinar matahari. Deru kendaraan bermotor yang lalu lalang tak sedikit pun mengusiknya untuk beranjak pergi. Bong menatap jari-jari tangannya yang menghitam dan berkerut termakan usia. Matanya yang telah berlapis kabut putih katarak tak lagi memberikan daya lihat yang sempurna. Lagi-lagi Bong mengusap air matanya. Nyeri di dadanya terasa lagi, kali ini terasa semakin sesak.

Bong mendesah. Seandainya saja waktu dapat diputar kembali. Seandainya saja ia tak lupa diri dan membiarkan dirinya terhanyut dalam gelombang yang dibuat oleh Sang Bidadari yang ternyata hanyalah iblis yang sedang menyamar. Betapa Bong ingin mengulang semuanya, memperbaiki segala kesalahannya. Tpi di mata Bong semuanya telah tampak begitu terlambat.Air matanya mengalir semakin deras. Nyeri di dadanya semakin tak tertahankan. Bong memejamkan matanya.

"Paaakkk, jangaaaaannn !!" tiba-tiba terdengar suara seseorang berteriak. Bong melihat seorang petugas keamanan berlari ke arahnya dan berhenti tepat di sampingnya. Satpam itu menatap jauh ke bawah gedung dan berusaha menghubungi seseorang melalu handy talky.
"Ada yang melompat dari lantai tujuh, Pak!" suaranya terdengar panik.
Bong melihat ke bawah. Dari tempat ia berdiri, ia melihat tubuhnya tegeletak di aspal bersimbah darah. Sisa air hujan yang tergenang memerah oleh darahnya. Beberapa orang tampak mulai berdatangan mengerumuni jasadnya.

Jakarta, 10 Februari 2010

-.Miss Kodok.-