Kamis, 21 Maret 2013

Sebab Aku Burung FanaSebab Aku Burung Fana by Arini Hidajati
My rating: 3 of 5 stars

Hlm.17: Kematian bukanlah akhir dari segalanya, tapi kematian, inilah awal hidup. Disini baru kita mulai perjalanan yang sesungguhnya hidupnya ruh dan jiwa kita, maka hendaknya jangan dilalaikan.

Hlm.23: Kita harus bersyukur, bahwa segala bentuk ujian adalah rahasia bahasa cinta-NYA

Hlm.28: Sungguh celaka kiranya orang yang mencintai dunianya habis-habisan dan mengempitnya erat-erat seolah akan ia bawa mati dan akan ia gunakan untuk menyuap Tuhan atau untuk diselipkan di tangan para malaikat agar dibebaskan dari dosa-dosa, agar terlepas dari semua bencana akhirat dn kengerian hari akhir yang besar?

Hlm.62: Tapi apakah penderitaan yang merupakan isyarat Tuhan akan suatu kebahagiaan kita tafsiri sebagai malapetaka yang menimpa atau memang harus beginikah perjalanan hidup itu? Menyiksa hati dan pikiran kita dengan kekosongan dan ketidakpunyaan? Sementara kita lihat disana orang-orang mengisi hidupnya hanya demi hawa nafsunya, yang menggelapkan uang rakyat bermilyar-milyar, yang membagi-bagikan negeri ini layaknya roti milik mereka sendiri kepada orang-orang yang hampir muntah kekenyangan, tapi lalaikan orang yang hampir mati kelaparan.

Buku ini bercerita tentang sebuah kematian seorang rakyat kecil yang disiksa atas tunduhan telah mencuri kayu di hutan. Seorang rakyat kecil yang (mungkin terpaksa) mencuri karena tuntutan perut anak dan istrinya. Sebuah perlakuan semena-mena yang tanpa belas kasih dan rasa kemanusiaan.

Buku yang sarat dengan pesan moral ini tampaknya merupakan sebuah protes sang penulis atas segala ketidakadilan di negeri ini, dimana selalu rakyat kecil lah yang menjadi korbannya. Sementara para pejabat negara sibuk memperkaya diri sendiri dan golongannya. Mereka yang dipilih oleh rakyat, yang katanya berjuang untuk rakyat, justru tak lagi peduli pada rakyatnya, yang menjerit karena kehidupan yang tak layak dan karena perut yang lapar.

Melalui tulisannya, Arini ingin menggugah rasa kemanusiaan pembaca untuk kembali merenungi hidup dan kehidupan. Bahwa segala yang kita miliki di dunia ini hanyalah pinjaman semata. Tumpukan harta tak akan pernah mampu menyelamatkan kita pada hari pembalasan nanti. Akan ada pengadilan yang sebenarnya untuk setiap kecurangan dan kesewenang-wenangan yang terjadi di dunia. Dan bagi setiap manusia yang masih memegang kejujuran dan mendengarkan hati nurani, kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti karena kematian hanyalah sebuah awal dari sebuah kehidupaan abadi di negeri-NYA.

Sebuah kisah sederhana dari sebuah cerita kehidupan yang rumit diramu Arini menjadi sebuah tulisan yang menarik. Namun pilihan kata (diksi) yang digunakan agaknya menjadikan buku ini bukan sebagai sebuah bacaan ringan yang bisa dinikmati sambil lalu. Dibutuhkan konsentrasi dan pemahaman yang mendalam. Dan 3,5 bintang rasanya layak untuk diberikan.

-.Miss Kodok.-

View all my reviews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar