Senin, 13 Februari 2012

Aku Kartini Bernyawa SembilanAku Kartini Bernyawa Sembilan by ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
My rating: 4 of 5 stars

Aku Kartini Bernyawa Sembilan...
Judul yang sangat menggoda !!

Terlahir bertepatan dengan Hari Kartini, maka jadilah ia menyandang nama Raden Ajeng Kartini pemberian kedua orang tuanya, meskipun tidak setitik pun darah Jawa mengalir di dalam nadinya.

Berulang kali mengalami berbagai kejadian yang hampir saja merenggut nyawanya (1. Ketika bayi, terserang demam tinggi; 2. Terjangkit demam berdarah hingga jatuh koma pada usia SD sehingga orangtuanya pun mengganti namanya karena dianggap ia tak sanggup menyandang nama itu; 3. Terjatuh dari lantai 3 rumahnya dan terbetur pompa air; 4. Tertabrak motor; 5. Terjatuh dari bis; 6. Terkena herpes hingga terbaring tak berdaya tak mampu bergerak), Kartini masih bertahan hidup hingga cerita ini dibukukan. Sehat walafiat !!

Sehat Walafiat ??
secara kasat mata 'iya', tetapi sesungguhnya tidaklah demikian.
Kartini kini telah berganti nama menjadi Rezerdia Adriana Kartini (tetapi tetap saja bila disingkat menjadi R.A. Kartini). Saat ini ia adalah salah seorang pengidap HIV. Namun status ODHA bukanlah vonis yang membuatnya terpuruk hingga tak dapat melakukan apa-apa. Ia bangkit menjadi aktivis HIV/AIDS dan menjadi koordinator sebuah organisasi pendamping ODHA/OHIDA. Ia sadar bahwa setiap waktu yang ia lalui harus lebih berarti lagi. Ia ingin membuktikan bahwa ODHA perempuan tidak hanya bisa meratapi nasib, tapi mampu berjuang mengalahkan nasib.

Aku Kartini Bernyawa Sembilan adalah sebuah antologi yang berisi 11 cerita pendek. Kesemuanya ditulis oleh para ODHA perempuan yang telah mendapatkan pelatihan menulis dari para penulis ternama seperti Cok Sawitri, Oka Rosmini, Djenar Maesa Ayu, Nukila Amal, Ayu Utami, dan Dewi "Dee" Lestari.

Tulisan mereka sebagian besar berkisah tentang HIV/AIDS, namun ada juga beberapa kisah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan virus tersebut (Karamnya Kapal Miosnam, Seorang Ahli Membuat Perahu, Perempuanku, dan Tulisan Hati).

Isu HIV/AIDS memang selalu menarik untuk dibicarakan dan selalu mengundang pro dan kontra mengingat bagaimana cara penyakit ini menulari seseorang. Namun benarkah mereka yang tertular virus ini harus hidup dalam keterasingan ? Mengalami keterpurukan karena sikap masyarakat yang cenderung menghukum mereka secara sepihak. Memang banyak dari mereka yang megundang virus ini masuk ke tubuh mereka dengan perilaku yang tidak terpuji sebagai buah dari pohon yang telah mereka tanam, tapi banyak pula dari mereka yang tetular karena ketidaktahuan mereka. Mereka yang terpaksa menuai virus tanpa sengaja dan tanpa mereka sadari. Dan ketika tubuh mereka telah menjadi "rumah" bagi perkembangbiakan virus tersebut, mereka bagikan mendengar bunyi genderang kematian yang semakin hari semakin bersuara nyaring. Maka begitu banyak dari mereka yang semakin menderita karena terbebani pikiran akan kedatangan sang malaikat maut.

Lalu apakah virus ini hanya akan membuat mereka terpuruk menyesali nasib ? Bukankah seharusnya mereka bangkit, melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk kehidupan ? Buku ini merupakan sebuah gambaran nyata bahwa banyak dari mereka yang tidak ingin terpuruk tanpa arti, namun mereka bangkit, berjuang mengalahkan nasib.

Bukankah kematian adalah rahasia Illahi ? Kematian adalah sebuah kepastian. Siapa pun dia, betapa pun berkuasanya ia di muka bumi ini, tua-muda, laki-perempuan, si sakit ataupun si sehat, ketika waktunya tiba, dimanapun kita berada dan dengan cara apapun, tak akan pernah ada yang mampu menghindarinya. Maka sudah selayaknyalah anugerah kehidupan ini kita isi dengan sesuatu yang lebih berarti, seperti apa yang dikatakan oleh Maya Angelou “Life is not measured by the number of breaths we take, but by the moments that take our breath away.”

Dan mengutip tulisan Oka Rosmini; "buku ini seharusnya membuka mata kita, mengajak kita berfikir, merenung, apakah kita sudah lebih baik dari mereka ? Lebih suci ? Lebih cerdas ? Dan memiliki derajat kemanusiaan yang lebih tinggi ? Tak ada kemunafikan yang dapat membuat manusia menjadi lebih baik".

Two thumbs up untuk para penulis yang telah mengasah bakat menulis dari para ODHA/OHIDA sehingga menghasilkan sebuah karya yang begitu memikat. Dan four thumbs up untuk mereka yang tak pernah berputus asa dan menghargai hidup dan kehidupan ini.
*berharap masih punya jempol lebih untuk diangkat*

Terima kasih untuk Nining Lauta yang sudah meminjamkan buku ini.

-.Miss Kodok.-

View all my reviews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar